MAKALAH
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
“SEJARAH BERDIRINYA KERATON KESEPUHAN CIREBON”
Disusun oleh :
INDAH CAHAYA PERMATASARI
Kelas
: C
NPM : 111010164
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
TAHUN AKADEMIK 2011/2012
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur atas kehadiran Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua terutama penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Sejarah
Berdirinya Keraton Kesepuhan, mohon maaf apabila makalah ini masih penuh dengan
kekurangan dan kesempurnaan.
Oleh karena itu saya sangat mengharapkan ktitik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak terutama dari teman-teman supaya saya dapat
lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah di kemudian hari, dan semoga
makalah ini berguna bagi siapa saja terutama bagi para mahasiswa.
Cirebon,
14 Februari 2012
Penulis
SEJARAH
KERATON KESEPUHAN
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling
bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok
bata
merah dan terdapat pendopo didalamnya.
Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan
yaitu kereta Singa
Barong. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya
dikeluarkan pada tiap 1 Syawal
untuk dimandikan.
Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Didalamnya
terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.
Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529
oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit
dari Sunan Gunung Jati)
yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506.
Ia bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya
bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin
bergelar Panembahan Pakungwati I. Sebutan Pakungwati
berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah
dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549
dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang
sangat tua. Nama beliau diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati
sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton
Kasepuhan.
Di depan Keraton Kesepuhan terdapat alun-alun
yang pada waktu zaman dahulu bernama Alun-alun Sangkala Buana yang merupakan
tempat latihan keprajuritan yang diadakan pada hari Sabtu
atau istilahnya pada waktu itu adalah Saptonan. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan berbagai
macam hukuman terhadap setiap rakyat yang melanggar
peraturan seperti hukuman cambuk.
Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah hasil karya dari para wali
yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Sedangkan di sebelah timur alun-alun
dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar
-- sekarang adalah pasar
kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya.
Model bentuk Keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah
barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan
model-model Keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir. Bahkan sampai sekarang, model ini
banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota
terutama di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat
alun-alun dan di sebelah baratnya terdapat masjid.
Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton
Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat
disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa
Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut pamong
praja. Sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang
merupakan tempat para perwira keraton ketika
diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.
Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah
kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok
bata
kokoh disekelilingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam
bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang
tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti
kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini
didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Di
pelataran depan Siti Inggil terdapat meja batu
berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan
yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek
zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama Gapura Adi sedangkan di
sebelah selatan bernama Gapura Banteng. Dibawah Gapura Banteng ini
terdapat Candra Sakala dengan tulisan Kuta Bata Tinata Banteng
yang jika diartikan adalah tahun 1451. saka yang merupakan tahun
pembuatannya (1451 saka = 1529 M). Tembok bagian utara komplek Siti Inggil
masih asli sedangkan sebelah selatan sudah pernah mengalami pemugaran/renovasi.
Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan
porslen-porslen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan
1745 M. Di dalam kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang
memiliki nama dan fungsi tersendiri. Bangunan utama yang terletak di tengah
bernama Malang Semirang dengan jumlah tiang utama 6 buah yang melambangkan
rukun iman dan jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah yang
melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan tempat sultan
melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman. Bangunan di
sebelah kiri bangunan utama bernama Pendawa Lima dengan jumlah tiang penyangga
5 buah yang melambangkan rukun islam. Bangunan ini tempat para pengawal pribadi
sultan.Bangunan di sebelah kanan bangunan utama bernama Semar Tinandu dengan 2
buah tiang yang melambangkan Dua Kalimat Syahadat. Bangunan ini adalah tempat
penasehat Sultan/Penghulu.
Di belakang bangunan utama bernama Mande
Pangiring yang merupakan tempat para pengiring Sultan, sedangkan bangunan
disebelah mande pangiring adalah Mande Karasemen, tempat ini merupakan tempat
pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan
untuk membunyikan Gamelan Sekaten (Gong Sekati), gamelan ini hanya dibunyikan 2
kali dalam setahun yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain 5 bangunan
tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang bernama Lingga Yoni yang
merupakan lambing dari kesuburan. Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti
perempuan. Bangunan ini berasal dari budaya Hindu. Dan di atas tembok
sekeliling kompleks Siti Inggil ini terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari
kompleks Siti Inggil ini.
Sebagai Keraton Kesultanan Cirebon yang
pertama, Keraton Kasepuhan memiliki sejarah yang paling panjang dibanding
ketiga keraton lainnya. Keraton ini juga memiliki wilayah kekeratonan yang
terluas, wilayah kekeratonannya mencapai lebih dari 10 Ha. Keraton ini terletak
di selatan alun-alun dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di sebelah barat
alun-alun.
Pada masa awal didirikannya yang pertama kali
dibangun adalah bangunan Keraton Pakungwati I. Keraton Pakungwati dibangun
menghadap ke arah Laut Jawa dan membelakangi Gunung Ciremai. Bangunan ini
terdapat disebelah timur bangunan Keraton Pakungwati II.
Banyak sejarah penting yang tersimpan di dalam
keraton ini, serta benda peninggalan yang terdapat didalamnya seperti: sebuah
tandu berbentuk makhluk berkepala burung dan berbadan ikan. Hal ini
melambangkan “Setinggi-tingginya seorang pemimpin dalam kepemimpinannya tetap harus
mampu melihat dan menyelami keadaan setiap rakyat yang berada dibawahnya”.
Rentetan perjalanan panjang dalam membangun
sebuah pemerintahan pada masa itu. Keraton Kasepuhan sebagai keraton yang
pertama ada di Cirebon. Hal ini menunjukan betapa besar peran serta pengaruh
budaya Cirebon dalam membangun ekonomi pada masa pemerintahan Kesultanan saat
itu.
Keraton Kasepuhan memang saat ini tidak lagi
memegang dan menjalankan tampuk pemerintahan Cirebon seperti pada masa
Kesultanan. Namun sebagai peninggalan budaya, Keraton Kasepuhan memiliki arti
dan peran yang sangat penting dalam perjalanan panjangnya membangun budaya dan
ekonomi Cirebon
SILSILAH SULTAN KASEPUHAN
CIREBON
1.
Pangeran Pasarean
2. Pangeran di Jati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran di Jati Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sejuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin
10. Sultan Sejuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sejuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sejuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sejuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sejuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH
19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
2. Pangeran di Jati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran di Jati Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sejuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin
10. Sultan Sejuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sejuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sejuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sejuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sejuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH
19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
Keistimewaan
yang ada di Keraton kasepuhan Cirebon
Mengunjungi Keraton Kasepuhan seakan-akan mengunjungi Kota Cirebon
tempo dulu. Keberadaan Keraton Kasepuhan juga kian mengukuhkan bahwa di kota
Cirebon pernah terjadi akulturasi. Akulturasi yang terjadi tidak saja antara
kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Sunda, tapi juga dengan berbagai kebudayaan
di dunia, seperti Cina,India, Arab, dan Eropa. Hal inilah yang membentuk
identitas dan tipikal masyarakat Cirebon dewasa ini, yang bukan Jawa dan bukan
Sunda. Kesan tersebut sudah terasa sedari awal memasuki lokasi keraton.
Keberadaan dua patung macan putih di gerbangnya, selain melambangkan bahwa
Kesultanan Cirebon merupakan penerus Kerajaan Padjajaran, juga memperlihatkan
pengaruh agama Hindu sebagai agama resmi Kerajaan Padjajaran. Gerbangnya yang
menyerupai pura di Bali, ukiran daun pintu gapuranya yang bergaya Eropa, pagar
Siti Hingilnya dari keramik Cina, dan tembok yang mengelilingi keraton terbuat
dari bata merah khas arsitektur Jawa, merupakan bukti lain terjadinya akulturasi .
Nuansa akulturasi kian kentara ketika memasuki ruang depannya yang berfungsi
sebagai museum. Selain berisi berbagai pernak-pernik khas kerajaan Jawa pada
umumnya, seperti kereta kencana singa barong, dua tandu kuno, dan berbagai
jenis senjata pusaka berusia ratusan tahun, di museum ini pengunjung juga dapat
melihat berbagai koleksi cinderamata berupa perhiasan dan senjata dari luar
negeri, seperti senapan Mesir, meriam Mongol, dan zirah Portugis. Singgasana
raja yang terbuat dari kayu sederhana dengan latar sembilan warna bendera yang
melambangkan Wali Songo. Hal ini membuktikan bahwa Kesultanan Cirebon juga
terpengaruh oleh budaya Jawa dan agama Islam. Selain itu, di
halaman belakang pengunjung dapat melihat taman istana dan beberapa sumur dari
mata air yang dianggap keramat dan membawa berkah. Kawasan ini ramai dikunjungi
peziarah pada upacara panjang jimat yang digelar pihak keraton setiap tahun
untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW .
Ragam
hias budaya yang ada di dalam Keraton Kasepuhan Cirebon
Upacara
Adat
Syawalan Gunung Jati
Setiap awal bula syawal masyarakat wilayah Cirebon umumnya
melakukan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati. Di samping itu juga untuk
melakukan tahlilan.
Ganti Welit
Upacara yag dilaksanakan setiap tahun di Makam Kramat Trusmi untuk
mengganti atap makam keluarga Ki Buyut Trusmi yang menggunakan Welit (anyaman
daun kelapa). Upacara dilakukan oleh masyarakat Trusmi. Biasanya dilaksanakan
pada tanggal 25 bulan Mulud.
Rajaban
Upacara dan ziarah ke makam Pangeran Panjunan dan Pangeran
Kejaksan di Plangon. Umumnya dihadiri oleh para kerabat dari keturunan dari
kedua Pangeran tersebut. Dilaksanakan setiap 27 Rajab. Terletak di obyek wisata
Plangon Kelurahan Babakan Kecamatan Sumber kurang lebih 1 Km dari pusat kota
Sumber.
Ganti Sirap
Upacara yang dilaksanakan setiap 4 tahun sekali di makam kramat Ki
Buyut Trusmi untuk mengganti atap makam yang menggunakan Sirap. Biasanya
dimeriahkan dengan pertunjukan wayang Kulit dan Terbang.
Muludan
Upacara adat yang dilaksanakan setiap bulan Mulud (Maulud) di
Makam Sunan Gunung Jati. Yaitu kegiatan membersihkan / mencuci Pusaka Keraton
yang dikenal dengan istilah Panjang Jimat. Kegiatan ini dilaksanakan pada
tanggal 8 s/d 12 Mulud. Sedangkan pusat kegiatan dilaksanakan di Keraton.
Salawean Trusmi
Salah satu kegiatan ziarah yang dilaksanakan di Makam Ki Buyut
Trusmi. Di samping itu juga dilaksanakan tahlilan. Kegiatan ini dilaksanakan
setiap tanggal 25 bulan Mulud.
Nadran
Nadran atau pesta laut seperti umumnya dilaksanakan oleh nelayan
dengan tujuan untuk keselamatan dan upacara terima kasih kepada Sang Pencipta
yang telah memberikan rezeki. Dilaksanakan dihampir sepanjang pantai (tempat
berlabuh nelayan) dengan waktu kegiatan bervariasi.